BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam typhoid pada masyarakat dengan
standar hidup dan kebersihan rendah, cenderungmeningkat dan terjadi secara
endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan
daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita
yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
Demam typhoid yang tersebar di seluruh
dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk
merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi
penyebaran penyakit ini.
Penyebaran
geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya
tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering
merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa
saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki
atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.
Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang
atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti
bisa dilihat pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %, 30 – 39 tahun 10 – 20 %, > 40 tahun 5 –
10 %.
B.
Ruang Lingkup Penulisan
Adapun ruang lingkup penulis dalam karya tulis ilmiah
adalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Typhoid Fever di Ruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Dengan lama perawatan
selama 3 hari dari tanggal 16 April 2012 - 18 April 2012. Karya tulis iliah dibahas dan dilakukan dengan pendekatan
keperawatan yang komprehensif.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan
mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan
khusus:
a.
Meningkatkan
pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan penyakit Typhoid Fever.
b.
Memberikan asuhan keperawatan
secara tepat melalui dari tahap pengkajian, perumusan dari diagnosa
keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi
terhadp tindakan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
c.
Menggunakan
sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan khusus
yang ada dilapangan.
d.
Mengidentifikasi faktor penghambat dan
penunjang dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Ny. B
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid Fever Ruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
Pontianak.
D.
Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis
ilmiah ini, penulis menggunakan
metode deskrptif yaitu dengan mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun
cara-cara pengumpulan data yang di gunakan adalah sebagai berikut:
1.
Studi
kepustakaan yaitu Menggunakan literatur-literatur kepustakaan yang berhubungan
dengan konsep dasar dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Typhoid Fever serta bahan-bahan kuliah selama di Akademi Keperawatan Pemda Ketapang.
2.
Studi
kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada pasien Ny.B. dengan Typhoid Fever serta
pemberian asuhan langsung.
E.
Sistematika
Penulisan
Adapun
sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I :
Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah terjadinya Typhoid Fever, Tujuan
Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II :
Terdiri dari, menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid
Fever dan Asuhan Keperawatan.
Bab III :
Terdiri dari, menguraikan laporan kasus
Bab IV :
Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid Fever pada klien Ny. B
Bab V :
Terdiri dari, penutup, kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
Pada bab ini akan menguraikan konsep dasar Typhoid Fever serta dengan
asuhan keperawatan secara teoritis.
- Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
segala deman, gangguaan pada saluran pencernaan.(Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut
yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan
dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com)
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan
sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral,
fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
- Anatomi Fisiologi
a.
Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian
yaitu:
1)
Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2)
Bagian dalam/rongga mulut.
b.
Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
c.
Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung
dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini,
yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci), menjadi distensi bila maknan
melewatinya.
d.
Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh,
tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat
berdistensi dengan kapasitas sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung disebut
pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus ,
disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat
kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat
bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet).
e.
Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang
diantara lambung dan usus halus.
f.
Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada seikum, dengan panjangnya kurang lebih 2 m.
Lapisan usus halus terdiri dari:
1)
Lapisan mukosa
2)
Lapisan otot
3)
Lapisan serosa (luar)
Usus halus terdiri dari 2 bagian yaitu:
1)
Duodenum (usus duabelas jari)
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran
empedu dan saluran pankreas.
2)
Yeyunum dan ileum
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisim illeoseikal.
Fungsi usus halus:
1)
Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler oleh darah dan saluran limpa.
2)
Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3)
Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
1)
Entero kinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2)
Eripsin, menerima protein menjadi asam amino.
g.
Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus
besar terdiri dari (dari dalam keluar):
1)
Selaput lendir
2)
Lapisan otot
3)
Lapisan ikat
4)
Jaringan ikat
Fungsi usus besar:
1)
Menyerap air dari makanan
2)
Tempat tinggal bakteri coli
3)
Tempat feses
Usus besar terdiri dari 7 bagian:
1.
Sekum
2.
Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas
dari illeum sampai ke hati, panjangnya kurang lebih 13 cm.
3.
Apendik (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang kurang
lebih 6 cm
4.
Kolon tranversum
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon
desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm.
5.
Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur
dari atas ke bawah dengan panjangnya kurang lebih 25 cm.
6.
Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang
membentuk huruf ‘S’, ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
7.
Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus.
- Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B
dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
- Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai
sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan
kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada
usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
PATHWAY TYPHOID
Salmonella typhosa
|
Saluran pencernaan
|
Diserap oleh usus halus
|
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
|
Pendarahan dan Nyeri perabaan
|
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
|
Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin
usus halus
|
Perforasi Mual/tidak nafsu makan
|
Resiko kurang volume cairan
|
Perubahan nutrisi
|
Sumber: Suriadi & Rita
Yuliani, 2001.
5. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a.
Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore
hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di
perut.
b.
Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran
6.
Kompikasi
a.
Komplikasi intestinal
1)
Perdarahan usus
2)
Perporasi usus
3)
Ilius paralitik
b.
Komplikasi extra intestinal
1)
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi
(renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2)
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia,
dan syndroma uremia hemolitik.
3)
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4)
Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis, kolesistitis.
5)
Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
6)
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dan arthritis.
7)
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur
dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif
tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam
typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
1)
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat
pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
3)
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan
dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a)
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b)
Aglutinin H,
yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c)
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai
1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal
tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella.
Tes widal dikatakan positif jika
H 1/800 dan O 1/400.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk
dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama
perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1
minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu
: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat
menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan
antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif
atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya
pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah
dilemahkan ke dl tubuh manusia) dengan
kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6
bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama
1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan
klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil
uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan
dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena
penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1.
Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu
spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2.
Konsentrasi
suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian
yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella
setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
- Penataksanaan
a.
Klien diistirahatkan 7 hari sampai
demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
b.
Mobilisasi bertahap bila tidak ada
panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c.
Diet.
d.
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan
tinggi protein.
e.
Pada penderita yang akut dapat
diberi bubur saring.
f.
Setelah bebas demam diberi bubur
kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
g.
Dilanjutkan dengan nasi biasa
setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
h.
Obat-obatan.
i.
Klorampenikol
j.
Tiampenikol
k.
Kotrimoxazol
l.
Amoxilin dan ampicillin
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan
keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien
memasuki system pelayanan kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah
pada proses keperawatan, mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah. Kebutuhan
diagnose keperawatan) menetapkan tujuan-tujuan mengidentifikasi hasil dan
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil serta tujuan ini. (Doengoes
: 2000).
Proses keperawatan terdiri dari:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan
keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara
teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatiakn antara
lain:
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang
ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum
air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan
- Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang
respon individu, keluarga, atau komunitas tentang masalah kesehatan/ proses
keperawatan yang actual dan potensial (Doengos, dkk.:2000).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah
:
a.
Resiko tinggi gangguan ketidak
seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hipertermia dan muntah
b.
Resiko tinggi gangguan ketidak
seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hipertermia dan muntah
c.
Hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi salmonella thypi
d.
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
e.
Resiko tinggi infeksi sekunder
berhubungan dengan tindakan invasive
f.
Kurang pengetahuan tentang
penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
- Perencanaan
Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan
dalam proses keperawatan adalah metode pemberian langsung kepada klien terdiri
atas tiga fase yaitu menentukan prioritas, merumuskan tujuan dan membuat
intervensi keperawatan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka
rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai
berikut:
Diagnosa. 1
Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit,
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam
batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan
stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit)
nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti (ranitidine).
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan
tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari
berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan
peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan
tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi
dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup
dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
- Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencaspai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry
(1999) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.
- Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang
Carpenito dan Moyet (2007) sedangkan menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999).
Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap aktivitas dan apakah hasil yang
diharapkan telah tercapai.
Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan
dalam asuhan keperawatan kepada klien meliputi : evaluasi masalah kolaboratip
yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih, membandingkan data untuk mencapai
data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal. Evaluasi diagnosis
keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari status
perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka
evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid
adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan
nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti
tentang penyakitnya.
BAB III
LAPORAN
KASUS
Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus
pada Ny.B dengan gangguan system
pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak
A. Pengkajian
1.
Identitas Klien
Nama :
Ny. B
Jenis Kelamin :
Perempuan
Umur :
33 tahun
A g a m a :
Islam
Pendidikan :
SD
Alamat :
Jl. Adisucipto Pontianak,
Ststus
perkawinan :
Janda
Suku Bangsa :
Melayu
Pekerjaan :
Karyawan Swasta
Ruangan Rawat : Ruangan Isolasi
(H)
Dianosa medis : Typoid Fever
Tanggal Masuk :
11 April 2012
Tanggal Pengkajian :
16 April 2012
No. RM :
587827
Jam Pengkajian : Jam 08.00 WIB.
2.
Riwayat Kesehatan Klien
a.
Kesehatan Masa Lalu :
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag dan malaria.
b.
Riwayat Kesehatan Sekarang :
1)
Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit :
Klien mengatakan muntah ± 5 x dalam sehari dan demam sejak 6 hari yang
lalu, pusing (berputar-putar), sesak nafas, typus, menggigil.
2)
Keluhan waktu di data :
Klien mengatakan menggigil, nafsu makan berkurang,
mual dan muntah, nyeri pada ulu hati saat bergerak.
P : Nyeri
pada abdomen
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri
pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala
tak menentu
c.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak
ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan.
d.
Struktur Keluarga / Genogram
33
|
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
Tinggal satu rumah :
e.
Data Biologis
1)
Pola nutrisi
Di rumah : Klien
mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan berbeda. BB 48 kg
Di rumah sakit : Klien
mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS sangatlah tidak nyaman baginya
dan terasa mual dan muntah saat
makan, klien hanya menghabiskan makan 4-6 sendok saja. BB 46 kg
2)
Pola minum
Dirumah : Klien mengatakan minum 7-8 gelas/ hari.
Dirumah sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3
gelas/ hari hari
3)
Pola eliminasi
Di rumah : Klien
mengatakan biasanya BAB ± 1-2 kali perhari dan BAK ± 3-4 kali
perhari.
Di rumah sakit : Klien
mengatakan selama di RS BAB hanya ± 2-3 kali dalam seminggu dan BAK ± 2-3 kali perhari.
4)
Pola istirahat dan
tidur
Di rumah :
Klien
mengatakan tidur pada malam hari ± 8 jam dan sering
terbangun dikarenakan nyeri pada ulu
hati.
Di rumah sakit : Klien mengatakan tidur tidak
lama ±
5-6 jam saja karena klien merasa gelisah dan merasakan nyeri pada ulu hati.
5)
Pola kebersihan
Di rumah : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari
dengan menggunakan sabun dan shampo.
Di rumah sakit : Di rumah sakit klien mengatakan mandi 2
kali sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok gigi.
6)
Pola aktivitas
Di rumah : Klien
mengatakan aktivitas dirumah membersihkan perkarangan rumah sebagai rutinitas
tiap pagi dan ikut gotong royong dengan warga (bakti social)..
Di rumah sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah, makan dan minum saja.Skala
aktivitas 2 (50% dibantu)
f.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum : Klien lemah
2.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS = 15 E : 4
M : 5 V : 6
3.
Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg RR
: 20 x/menit N : 102 x/menit
S : 38 °C BB : 46 kg
4.
Pemeriksaan Persistem :
a)
Sistem
Pernafasan
Inspeksi :
Bentuk simetris,
tidak ada massa dan sputum
pergerakan paru kanan dan kiri normal
dengan frekuensi 20 kali/ menit .
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, pada sinus
prontalit maksilanus nyeri tekan tidak ada
Perkusi :
Bunyi resonan pada lapang dada.
Auskultasi :
Normal
b)
Sistem
Kardiovaskuler:
Inspeksi :
Dada simetris, tidak ada pembesaran
dada kanan atau kiri
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Perkusi :
Tidak terdengar suara pekak
Auskultasi :
Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2
(dub), Gallop (-), Murmur (-).
c)
Sistem
Persyarafan
1) Nervus olfaktorius : Penciuman Normal
2)
Nervus
optikus : Penglihatan klien
normal dan jelas
3)
Nervus
okulomotorius. : Pergerakan bola mata klien normal dan klien
tidak juling
4) Nervus trochlearis : Normal
5) Nervus trigeminus : Normal
6)
Nervus
abdusen : Sensasi
wajah baik dan normal
7)
Nervus
fasialis : Gerakan
otot wajah klien baik
8) Nervus vestibulokoklealis : Normal
9) Nervus glasofaringius : Rasa ; Normal
10) Nervus vagus : Reflek menelan baik
11) Nervus aksesorius : Gerakan otot baik
12) Nervus Hipoglosus : Gerakkan lidah baik
d)
Sistem
Pencernaan
Inspeksi :
Bentuk mulut simetris, mukosa bibir
lembab, tidak ada stomatitis
Palpasi : Terdapat
nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5
Perkusi :
Timpani
Auskultasi :
Bising usus 20 x/m
e)
Sistem
Perkemihan
Inspeksi :
Klien mengatakan bentuk alat kelaminnya
normal.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada vesita
urinaria
f)
Sistem
Pengindraan
(1) Mata
Inspeksi :
Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda penglihatan baik, tidak
ada alat bantu penglihatan.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
(2)
Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(3)
Pendengar
Inspeksi :
Bentuk simetris terdapat serumen,
dengan pendengaran baik
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
(4)
Pengecap
Inspeksi :
Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat bercak putih atau kotor.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan pada leher dan
reflek menelan
(5)
Peraba
Inspeksi :
Tidak ada kelainan
Palpasi :
Klien bisa membedakan antara panas dan
dingin
g)
Sistem Endokrin
-
Pembesaran kelenjar thiroid : Tidak ada pembesaran
-
Pemebesaran kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
-
Hiperglikemia :
tidak ada masalah
-
Hipoglikemia :
tidak ada masalah
k)
Sistem Muskulokeletal dan
integument
a.
Atas : Pada tangan kiri terpasang infuse RL
20 tpm.
b.
Bawah :
Tidak ada oedema pada tangkai, kekuatan otot kiri. kanan.
Kekuatan otot: 5 5
5
5
l)
Sistem Integumen
Inspeksi :
Warna kulit kuning langsat, kulit bersih tidak keriput
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan dan kulit tidak kasar.
g.
Data Psikologis
1)
Status emosi
:
2)
Konsep diri :
3)
Gaya komunikasi
:
4)
Pola interaksi
:
5)
Pola koping :
|
Klien selalu sabar dengan penyakit yang di derita.
Klien selalu tetap pada penderitaanya dalam bekerja,
klien bangga dengan pekerjaanya selama ini karena dapat membantu keluarga.
Klien
berkomunikasi dengan baik dan menggunakan bahasa melayu.
Pola interaksi
klien baik,mudah diajak bicara dengan keluarga, perawat, maupun orang lain.
Klien tampak
sedikit cemas dengan kondisi penyakit yang dialaminya. Keluarga klien selalu
sabar dan selalu memberikan support dan berdoa untuk kesembuhan klien.
|
h.
Data Sosial
1.
Pendidikan dan pekerjaan :
2.
Hubungan sosial :
3.
Faktor sosiokultural :
4.
Gaya hidup :
|
Klien tamatan SD
dan bekerja di bidang swasta.
Klien selalu
ramah dengan tetangga dan orang disekitar lingkunganya.
Tradisi dalam
keluarga tidak ada yang bertentangan dengan kesehatan.
Tidak ada
kebiasaan klien yang dapat merugikan kesehatan, seperti klien tidak merokok,
tidak minum-minuman beralkohol
|
i.
Data Spiritual
Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang
atau sholat tepat waktu
j.
Data Penunjang (Laboratotium, Radiologi)
Sewaktu April 2011
Jenis pemeriksaan
|
Hasil
|
Normal
|
WBC
Lym
MID
Gra
Lym %
|
6,2 k/ul
2,3 k/ul
0,3 k/ul
3,6 k/ul
37,8 %
|
4,0 – 12,0 k/ul
2,0 – 8,0 k/ul
1,6 – 5,0 k/ul
0,1 – 1,0 k/ul
50,0 – 80,0 k/ul
|
k.
Pengobatan
·
RL : 20 tetes/menit
·
Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
·
Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
·
Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
·
Paracetamol : 3 x 1 tablet
·
Antrain : 2 x 1 amp/iv
l) Analisa
Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
Ds : Klien
mengatakan demam sudah 6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
|
Proses
perjalanan penyakit
|
Hipertermi
|
2
|
Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
P
: Nyeri pada abdomen
Q
: ditusuk-tusuk
R
: Nyeri pada epigastrium
S
: 6 (sedang)
T
: Berkala tak menentu
Do:
-
Klien terlihat meringis
-
Klien gelisah
|
Peningkatan
asam lambung
|
Nyeri epigastrium
|
3
|
Ds : Klien mengatakan nafsu
makan berkurang, terasa mual dan muntah
Do :
- Klien tampak mengeluh dan meringis
- BB
sebelum masuk 48 kg
- BB
Sesudah masuk 46 kg
-
Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan
|
Anoreksia
|
Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
B.
Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka
tahap selanjutnya perumusan diagnosa keperawatan adapun diagnose yang muncul
pada Ny. B dengan Hipertensi diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soedarso Pontianak adalah:
1.
Hipertermi berhubungan dengan
proses perjalanan penyakit
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
Ds : Klien mengatakan demam
sudah 6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
2.
Nyeri epigastrium berhubungan
dengan asam lambung yang meningkat
Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
Do:
- Klien terlihat meringis
- Klien gelisah
3.
Anoreksia berhubungan dengan
perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ds : Klien
mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah
Do :- Klien tampak mengeluh dan meringis
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan
C.
Intervensi
Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi
berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada Ny. B dengan Tipoid Fever diruangan
Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak.
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Hipertermi
berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
Do : Klien
terlihat lemah dan gelisah
Ds : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S
: 38 °C
|
Setelah
dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam diharapkan suhu tubuh klien normal
dengan kriteria hasil :
- Suhu tubuh
36 °C
- Klien terlihat tenang
|
1.
Berikan kompres hangat basah
2.
Monitoring tetesan infuse 20
tetes per menit
3.
Kolaborasi pemberian obat Piresik
dan Antibiotik
|
1.
Untuk menurunkan panas klien
2.
Untuk membantu kebutuhan nutrisi
tubuh
3.
Untuk membantu menurunkan panas
klien
|
2
|
Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang
meningkat
DS :
Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
DO
:
-
Klien terlihat meringis
-
Klien gelisah
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Diharapkan nyeri klien
hilang dengan criteria hasil :
-
Skala nyeri 1
-
Klien terlihat santai
|
1. Kaji
skala nyeri
2. Berikan
posisi nyaman
3. Kolaborasi
dengan dokter pemberian obat analgesik
|
1.
Untuk mengetahui tingkat skala
nyeri
2.
Untuk membantu mengurangi nyeri
3.
Untuk mengurangi nyeri
|
3
|
Anoreksi
berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah
DO
: - Klien tampak mengeluh dan meringis
- BB
sebelum masuk 48 kg
- BB
Sesudah masuk 46 kg
-
Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok
makan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
3 x
24 jam diharapkan klien tidak mual dan muntah dengan criteria hasil :
-
Klien mau makan
-
Klien terlihat lahap saat makan
|
1.
Kaji pola nutrisi
2.
Kolaborasi menganjurkan makan
sedikit tapi sering
3.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen
|
1. Agar mengeathui porsi makan klien
2. Agar makan klien kembali normal
3. Agar pemberian gizi sesuai kebutuhan tubuh
|
D.
Implementasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan
dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever diruangan Isolasi (H)
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
|
Hari/Tanggal
|
No
Dx
|
Implementasi
(DAR)
|
Paraf
|
1
|
Senin
16-04-12
08.00
08.30
08.40
08.45
09.00
09.05
09.10
|
I
|
D :
Klien mengatakan demam sudah 6 hari
A
:
-
Berikan kompres hangat basah
-
Monitoring tetesan infuse 20
tetes per menit
-
Kolaborasi pemberian obat anti
piretik dan Antibiotik
R
:
-
Kompres hangat basah sudah
diberikan
-
Observasi tetesan infuse normal
-
Pemberian obat sesuai dosis
sudah diberikan
|
F. Loling
|
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
09.45
|
II
|
D :
Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A :
-
Kaji skala nyeri
-
Berikan posisi nyaman
-
Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat analgesic
R :
-
Klien terlihat tenang dan nyaman
-
Klien tidak gelisah
|
F. Loling
|
|
09.50
09.55
10.00
10.10
10.15
10.20
10.30
|
III
|
D : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah
A :
-
Kaji pola nutrisi
-
Kolaborasi menganjurkan makan
sedikit tapi sering
-
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen
-
BB klien 46 kg
R :
-
Klien terlihat santai dan tenang
-
Klien ridak mual lagi
-
Klien bisa makan secukupnya
|
F. Loling
|
|
2
|
Selasa
17-04-12
08.20
08.40
08.50
09.00
09.10
09.30
|
I
|
D : Klien mengatakan demam , Suhu tubuh klien 38 °C
A :
-
Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
-
Mengkolaborasikan pemberian obat
piretik
R
:
-
Klien tidak demam lagi
-
Klien terlihat santai
-
Suhu tubuh 36 °C
|
F. Loling
|
10.20
10.25
10.30
10.35
10.40
10.50
11.00
|
II
|
D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A :
-
Mengkaji skala nyeri
-
Memberi posisi yang nyaman
-
Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R
:
-
Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
- Posisi semi fowler telah diberikan
-
Klien merasa tenang
|
F. Loling
|
|
11.35
11.45
11.50
12.00
12.05
12.10
|
III
|
D : Klien mengatakan masih belum ada nafsu makan dan tidak mual
muntah lagi
A :
-
Mengkaji pola nutrisi
-
Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
-
Menganjurkan klien untuk bayak
minum air gula
R
:
-
Klien klien hanya menghabiskan
5-6 sendok saja
-
Klien masih mual muntah
-
BB klien 46 kg
|
F. Loling
|
|
Rabu
18-04-12
08.00
08.05
08.20
08.25
08.30
08.35
|
I
|
D : Klien mengatakan sudah tidak demam lagi, suhu tubuh klien 36 °C
A :
-
Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
-
Mengkolaborasikan pemberian obat
anti piretik
R
:
-
Klien tidak demam lagi
-
Klien terlihat santai
-
Suhu tubuh 36 °C
|
F. Loling
|
|
08.45
08.50
09.00
09.10
09.15
09.20
|
II
|
D : Klien mengatakan masih nyeri pada ulu hati
A :
-
Mengkaji skala nyeri
-
Memberi posisi yang nyaman
-
Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R
:
-
Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
- Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
|
F. Loling
|
|
09.25
09.30
09.35
09.45
09.50
10.00
|
III
|
D : Klien mengatakan sudah
mau makan dan tidak mual muntah lagi
A :
-
Mengkaji pola nutrisi
-
Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
-
Menganjurkan klien untuk bayak minum
air gula
R
:
-
Klien terlihat lahap saat makan
-
Klien tidak mual muntah lagi
-
BB klien naik jadi 47 kg
|
F. Loling
|
E.
Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B
dengan Typhoid Fever diruangan Isolasi (H) Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
|
Tanggal/jam
|
No
Dx
|
Perkembangan
(SOAPIE)
|
Paraf
|
1
|
Senin
16-04-12
11.00
11.15
11.20
11.25
11.30
11.35
11.40
11.45
11.50
|
I
|
S : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
O :
-
Klien terlihat lemah dan gelisah,
-
S = 38 °C
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi ditentukan
I :
-
Memberikan kompres hangat basah
-
Memonitoring tetesan infuse 20
tetes per menit
-
Mengkolaborasi pemberian obat Anti
piretik dan Antibiotik
E
:
-
Klien terlihat tenang pada saat
di kompres
-
Tetesan infuse berjalan dengan
lancer
-
Klien terlihat nyaman dan santai
|
F. Loling
|
Senin
16-04-12
12.05
12.10
12.15
12.20
12.25
12.30
|
II
|
S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
O :
-
Klien terlihat santai
-
Skala nyeri 6
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi dihentikan
I :
-
Kaji skala nyeri
- Berkolaborasi dalam pemberian obat
analgesik
- Memberikan posisi yang nyaman
E: - Skala nyeri klien 6
-
Obat piretik telah diberikan
|
F. Loling
|
|
Senin
16-04-12
12.35
12.40
12.45
12.55
13.00
13.05
13.10
13.15
13.25
13.30
|
III
|
S
: klien mengatakan mual muntah lagi dan tidak nafsu makan
O
: - Klien terlihat lemah
- BB
sebelum masuk 48 kg
- BB
Sesudah masuk 46 kg
-
Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok
makan
A
: Masalah belum teratasi
P
: Intervensi dilanjutkan
I
:
-
Mengkaji pola nutrisi
-
Mengkolaborasi menganjurkan
makan sedikit tapi sering
-
Mengkolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat suplemen
-
Menganjurkan minum air gula
secukupnya
E :
-
Klien tampak lemah
-
Klien nampak mual dan muntah
-
Klien enakan saat diberi air
gula
|
F. Loling
|
|
2
|
Selasa
17-04-12
12.00
|
I
|
S : Klien mengatakan masih demam
O :
-
Klien terlihat pucat,
-
S = 37 °C
A :
Masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
|
F. Loling
|
Selasa
17-04-12
12.10
|
II
|
S
: Klien mengatakan tidak nyeri ulu
hati
O :
-
Klien terlihat santai
-
Skala nyeri 6
A :
Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
F. Loling
|
|
Selasa
17-04-12
12.20
|
III
|
S :
klien mengatakan kurang nafsu makan
O : - klien masih mual BB
sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan
A
: masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
|
F. Loling
|
|
3
|
Rabu
18-04-12
13.00
|
I
|
S : klien mengatakan sudah tidak demam lagi
O :
-
klien terlihat tenang dan
terbaring santai,
-
S = 36 °C
A :
Masalah teratasi
P :
Intervensi dihentikan
|
F. Loling
|
Rabu
18-04-12
13.20
|
III
|
S : klien mengatakan tidak mual muntah lagi dan nafsu makan sudah ada
O:- Klien terlihat lahap pada saat makan
- BB
Sesudah naik 47 kg
- Klien
hanya menghabiskan makannya
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
F. Loling
|
DAFTAR
PUSTAKA
Brunners & Suddart, (2002), Buku
Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Tujuan
Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi
dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nursalam, (2001), Proses
Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
Pengertian Demam Tipoid.
Diambil tanggal 8 Juni 2012 http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html
Definisi Typoid. Diambil pada
tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan
dengan Demam Tipoid. Diambil tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-typoid.html
Anatomi Fisiologi Sistem
Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni 2012. http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pencernaan-manusia/
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV,
Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan
Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar